Saturday, December 15, 2018

6:33 PM - No comments

Fakta Ironi Lingkungan di Kota Bandung



Kota Bandung kini sudah menjelma menjadi  salah satu metropolitan  di Indonesia. Tentu banyak faktor yang membuat kota berjuluk Paris Van Java ini berubah wajah diusianya yang sudah mengijak 2 abad lebih, tepatnya berusia 208 tahun.

Kota yang dikenal sebagai tempat yang  sejuk nan asri siapa sangka akan menjadi sosok menakutkan bagi para penghuninya. Faktanya kerusakan lingkungan terjadi di seluruh penjuru kota. Rata-rata warga kota  memprotes atas kerusakan lingkungan kepada para wakil rakyat.  Pertanyaannya, siapa yang merusak lingkungan? Siapa yang tidak peduli lingkungan? Siapa yang merasakan akibatnya? Istilah yang cocok untuk menjawab pertanyaan  tersebut adalah dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.
Perlu disadari oleh seluruh penghuni kota Bandung bahwa kesadaran menjaga lingkungan bukan sekadar motto tetapi harus dilaksanakan menurut aturan, tidak sulit mematuhi aturan selagi kita ingin menjaga lingkungan tetap bersih dan tertib.

Salah satu contoh kerusakan lingkungan di kota berpenduduk 3 juta jiwa pada siang hari ini,  adalah sampah yang menumpuk pada sejumlah sudut kota, ironisnya sampah-sampah itu menggunung di samping tempat pembuangan sampah yang disediakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung yang kebanyakan justru tidak dipakai. Namun kurangnya kesadaran masyarakat sekitar membuat sampah tersebut tergeletak bukan pada tempatnya, padahal pemerintah kota telah menyediakan tempat sampah di sepanjang jalan raya namun dirusak begitu saja oleh tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab. Jadi mereka membuang sampah di pinggir jalan dengan alasan tidak tersedianya tempat untuk membuang sampah padahal alasan tersebut sangat bertolak belakang dengan fakta yang ada. Sampah yang seharusnya dipisahkan sesuai penggolongannya (organik dan anorganik) malah digabungkan dalam satu kantong plastik dan dibiarkan begitu saja menunggu petugas kebersihan mengambilnya.

Contoh di tempat lain adalah sampah yang membusuk di tempat yang tergenang air, hal ini dapat memicu populasi nyamuk sehingga menimbulkan penyakit. Namun belum banyak warga yang sadar akan hal ini.

Pemilihan dan pemilahan sampah organik dan anorganik memang perlu dijaga guna mengetahui penguraiannya. Masalah lain karena sampah terjadi di lingkungan pendidikan, logikanya masih saja orang yang mengenyam pendidikan membuang sampah bukan pada tempatnya seperti di sudut kelas atau di bawah meja. Tentu ini bukan etika yang baik dalam pendidikan, namun faktanya memang seperti itu adanya.

Jika berpikir menggunakan logika, beberapa tempat di kota Bandung melakukan hal yang sama, bayangkan seluruh warga kota Bandung membuat sampah di pinggiran jalan atau di pinggiran sungai. Akan seperti apa wajah kota Bandung di masa yang akan datang? Cerminan ini memang sudah menjadi kebiasaan  turun temurun bagi warga masyarakat yang sangat sulit dihentikan karena sudah mendarah daging.

Ini menjadi pelajaran khususnya warga kota Bandung bahwa pentingnya untuk menjaga lingkungan dan kesadaran masyarakat mengenai kebersihan lingkungan harus segera diterapkan. Walaupun program peduli lingkungan sudah marak diterapkan namun masih saja ada orang yang cuek.

Ditinjau dari segi pendidikan, gerakan peduli lingkungan atau lebih dikenal dengan istilah Program Adiwiyata telah dilakukan di beberapa sekolah. Namun ada sesuatu yang menjadi ganjalan bagi program tersebut. Pertanyaan-pertanyaan logis muncul dari mulut para siswa yang bersekolah di salah satu sekolah yang menerapkan Program Adiwiyata, salah satunya adalah “Beberapa sekolah berlomba-lomba membersihkan lingkungan agar lingkungan bersih atau mengejar gelar sebagai sekolah Adiwiyata tingkat kota Bandung?”

Di satu sisi program ini membangkitkan semangat peduli lingkungan tapi di sisi lain bisa saja hanya ingin mendapatkan gelar. Coba saja jika tidak ada paksaa program ini, apakah warga bisa dengan mandiri bergotong royong memberantas sampah itu? Mungkin belum tentu.
Yang menjadi masalah utama kerusakan lingkungan bukan hanya karena banyak pabrik berdiri atau lahan yang dijadikan perumahan, tapi kita mulai dari diri sendiri. Kesadaran peduli lingkungan warga Indonesia menjadi nomor sekian dari seluruh negara di dunia.
Apakah manusia diciptakan untuk merusak lingkungan? Dimana manusia akan tinggal setelah seluruh tempat rusak dan tidak layak untuk ditinggali? Lalu apakah sependek itu pikiran mereka yang membuang sampah ke sungai, di bawah pohon, di atas jembatan? Dan siapa yang akan bertanggung jawab? Sangat minim orang yang berpikir sampai ke sana.
Seharusnya warga terancam dengan semua itu, bisa saja persediaan air bersih akan habis atau oksigen dari pepohonan akan berkurang.

Dalam peringatan hari jadi kota Bandung kemarin sangat ditekankan untuk berbudaya lingkungan karena kita bisa membandingkan bagaimana Bandung yang dulu dan saat ini.
Warga kurang bisa membaca kalimat dalam foto tersebut sehingga sampah tetap menggunung di tepi sungai maupun di aliran sungai.

Berkaitan dengan masalah sungai, ini hanyalah salah satu sungai yang tercemar dari sekian banyak sungai di Bandung. Ditambah limbah dari berbagai pabrik dialirkan ke sungai yang muaranya sama. Sangat disayangkan anugrah dari Tuhan terbuang sia-sia akibat pencemaran yang kita lakukan sendiri namun banyak ego masyarakat yang keukeuh tidak mau mengakui kesalahannya. Intinya, jika ingin lingkungan bersih kerjasamalah dalam program peduli lingkungan.

0 comments:

Post a Comment